Bahasa: Hakikat serta Hubungan dengan Negara dan Kosmopolitarianism
- Hizbul.
- Feb 3, 2019
- 5 min read
Dalam diskusi umum disalah satu kanal internet begaimana tentang bahasa, membuat saya tertarik untuk menuliskan ini juga dengan mengambil dari beberapa argumen disana.

Manusia dan dasar bahasa
Jerome kagan dalam bukunya “On Being Human: Why Mind Matters” dimana disana menarik ia mengatakan bahwa “humans are the only species that operates in two realities” atau manusia adalah satu-satunya spesies yang hidup dalam 2 realitas yaitu “those realities being the “schemata” of sensation and words” atau dua realitas itu adalah skemata dan kata. Dan otak manusai memproses dua kata ini secara berbeda, lalu apa itu skemata dan apa itu kata?
Skemata sendiri adalah alam yang dirasakan secara fisik artinya adalah sesuatu yang objektif dan kongkret. Contoh dari skemata adalah makanan, meja, kursi dan pakaian. Sementara realitas kata itu adalah realitas verbal yang tidak selalu menggambarkan apa yang ada dalam realita fisik bisa juga merupakan sebuah abstraksi. Kata/bahasa/verbal sendiri merupakan sesuatu yang digunakan untuk memerikan suatu konsep. Disini realitas kata atau verbal atau sesuatu yang kita sebut bahasa digunakan dalam 3 konteks yaitu untuk menilai artinya ia memberi sifat untuk suatu konsep seperti “suatu benda yang ketinggiannya rendah” adalah sebuah konsep terhadap sesuatu lalu dalam kata manusia melekatkan sifat pada konsep itu yang disebut sebagai “pendek”. Lalu yang kedua adalah ‘scema’ yaitu begaimana manusia mendeskripsikan verbal tentang pengalamannya dalah alam skemata atau alam yang mampu dirasakan, contohnya adalah “benda yang berdiri dengan empat kaki dan digunakan untuk menaruh benda diatasnya” maka itu dideskripsikan sebagai “meja” secara simple dapat diartikan sebagai begaimana manusia menamai observable object (objek yang teramati lewat indra-indra manusia). Terakhir adalah abstraksi merupakan kata/verbal/bahasa yang digunakan manusia untuk mendeskripsikan suatu konsep dalam alam ide yang tidak ada dalam alam fisik seperti demokrasi, teokrasi, keadilan, hukum, norma, hak, kewajiban, kesetaraan dan lain sebagainya termasuk ‘cinta’ contohnya “perasaan suka terhadap lawan jenis atas dasar perasaan kita padanya” adalah sebuah konsep yang dideskripsikan sebagai cinta. Jadi secara mendasar bahasa adalah begaimana manusia mendeskripsikan suatu konsep.
Pembentukan bahasa pada suatu masyarakat bisa saja berbeda-beda tergantung pada pengalaman mereka dalam alam scema dan ide. Jadi masyarakat akan menentukan begaimana verbal dan bahasa yang dia pergunakan dari pengalaman yang dia alami. Realita fisik yang dirasakan oleh suatu masyarakat akan menentukan verbal yang merujuk sebuah skema contoh apabila ada masyarakat yang dalam hidupnya tidak pernah mengalami keadaan tanpa cahaya maka mustahil muncul kata “gelap”. Begitu juga yang terjadi pada abastraksi, diskusi intelektual diruang kelas, ruang wacana, gedung parlemen, ruang kerja sastrawan, laboratorium,bahkan warung kopi menentukan bahasa yang diproduksi dalam suatu masyarakat, misalkan dalam kelompok masyarakat tidak terpikirkan suatu ide bahwa pemerintahan harus dijalankan dari rakat, untuk rakyat dan oleh rakyat maka kata ‘demokrasi’ tidak akan muncul di masyarakat tersebut. Bahasa disimpan di otak manusia tidak hanya merupakan sebuah pengalaman memori kognisi atau tetapi juga ada yang disebut memori emosi sehingga bahasa ketika digunakan/ dialih bahasakan akan memiliki emosi yang berbeda yang dirasakan oleh orang yang menggunakannya.
Hubungan bahasa dengan kesepakatan bersama
Bahasa adalah apa yang digunakan manusia untuk berkomunikasi. Berkomunikasi artinya menyampaikan pesan dari satu orang ke orang lain. Maka bahasa hanya bisa berfungsi jika penggunaanya di sepakati bersama oleh subjek-subjek yang berkomunikasi (cania cittairlanie). Keberadaan bahasa dalam masyarakat mengharuskan masyarakat untuk menjaga kesepakatannya secara bersama-sama terhadap suatu konsep. Dalam bukunya “Sapiens: The Brief History of Humankind” prof. Yuval Noah Harari menjelaskan bahwa manusia setelah mengalami evolusi kognitif mencari cara untuk mengikat suatu kelompok manusia, dijelaskan bahwa awalnya manusia diikat dalam koloni dengan “gosip” namun manusia berkembang lebih lanjut mereka melakukan sesuatu yang disebut sebagai “motos bersama”. Bahasa bekerja mirip seperti mitos bersama contoh berdasarkan hayalan kita secara bersama-sama untuk terikat pada kebersamaan yang di sebut negara negara tidak pernah kongkrit itu hanya ada dalam alam fiksi/alam ide dari manusia karena negara tidak berbentuk kongkrit. Lalu bahasa juga bekerja dengan cara yang sama, alam kognisi manusia menghasilkan bahasa yang disepakati bersama-sama dalam alam ide.
Oleh karena itu dalam studi linguistik ada yang disebut sebagai signifikasi (bukan signifikansi) yang artinya “penandaan”, penandaan ini adalah proses menempelkan signifier kepada signified. Signifier adalah apa yang ditempelkan pada signified yang berlaku sebagai konsep akan sesuatu. Contohnya begaimana kita mengidentifikasi “meja” adalah sebagai “benda berkaki empat yang digunakan untuk meletakan benda” disini yang berlaku sebagai signifier adalah meja yang ditempelkan pada “benda berkaki empat yang digunakan untuk meletakan benda” sebagai signified. Jadi signifier adalah nama yang kita gunakan untuk memanggil suatu signified. Sampai disini sy rasa cukup tentang begaimana bahasa itu bekerja.
Negara, Bahasa, dan kosmopolitarianism
Negara muncul saat evolusi agrikultur baru dimulai sedangkan bahasa muncul sejak evolusi kognitif terjadi pada manusia yang artinya bahasa lebih tua dari pada negara itulah sebabnya banyak negara terbentuk dari lebih dari satu bahasa contohnya adalah indonesia. Sebelumnya telah di jelaskan bahwa dalam pembentukan negara kita membutuh kan suatu “mitos bersama” kemudian bahasa berperan penting dalam menggabungkan koloni-koloni yang awalnya berdiri sendiri. Lalu kemudian sebagai contoh kita membentuk suatu mitos bersama berupa “bahasa indonesia” untuk menggabungkan koloni-koloni yang berdiri sendiri itu. Hingga mitos bersama itu yang kita pahami dalam sumpah pemuda sebagai “berbahasa satu yaitu bahasa indonesia” kemudian disertai dengan mitos bersama yang lainya seperti UUD 1945 danlain-lain yang digunakan untuk merekatkan koloni-koloni itu menjadi satu buah negara. Namun yang terjadi belakangan adalah justru mitos bersama yang kita bentuk di awal sebagai negara mulai tergeser oleh mitos bersama yang lebih luas cakupannya/lebih mendunia seperti human right. Dikondisi ini justru negara,bahasa,dan mitos bersama yang bersifat nasional hanya akan berubah menjadi barier yang menghalagi pikiran kosmopolitarianism yang justru akan berkembang. Kosmopolitarianism ini sendiri adalah idiologi yang dimana semua suku bangsa di dunia ini merupakan suatu komunitas tunggal. Dengan begini maka dampak pada negara akan kehilangan pengaruh begitu juga dengan bahasa yang akan perlahan kehilangan kemampuan sebagai barier. Itu dapat ditandai dengan semakin berkembangnya pelaku ekonomi global corporation itu menandai barier itu perlahan hilang menjadi sesuatu yang lebih global hal yang sama juga berasosiasi dengan kultur. Sebabnya tentu globalisasi Apakah ini positif atau negatif?
bahasa sebagai barier di era kosmopolitan
Comments